Kuala Kurun – Lintas Fakta – Komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah di bawah kepemimpinan Gubernur H. Agustiar Sabran dan Wakil Gubernur H. Edy Pratowo tak hanya menyentuh aspek fisik dalam dunia pendidikan, tetapi juga menyasar pembentukan karakter dan pelestarian budaya lokal. Salah satu bentuk nyata komitmen tersebut adalah penguatan identitas budaya di lingkungan sekolah.
Dalam kunjungannya ke SMA Negeri 1 Kuala Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Sabtu (21/6/2025), Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kalteng, Muhammad Reza Prabowo, menyampaikan bahwa pembangunan pendidikan harus berakar pada nilai-nilai budaya daerah yang terus dipertahankan dan ditumbuhkan di kalangan generasi muda.
“Pak Gubernur sangat konsisten dan fokus di dunia pendidikan. Beliau ingin anak-anak kita bukan hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki karakter, mindset yang baik, serta attitude yang terpuji. Ini semua harus sejalan dengan upaya pelestarian budaya lokal,” ujar Reza kepada awak media.
Sebagai wujud konkret, Dinas Pendidikan Kalteng kini menggulirkan program Kamis Berbahasa Daerah yang mengajak seluruh satuan pendidikan untuk menggunakan bahasa lokal dan mengenakan atribut khas Dayak seperti lawung atau sumping setiap hari Kamis. Program ini telah berjalan sejak sebulan terakhir dan diterapkan secara menyeluruh di berbagai wilayah Kalimantan Tengah.
“Setiap Kamis, semua sekolah diinstruksikan untuk menggunakan bahasa daerah masing-masing. Misalnya di Barito menggunakan bahasa Dayak Bakumpai atau Manyan, di wilayah Barat disesuaikan dengan bahasa setempat. Ini adalah upaya nyata menjaga Belum Bahadat,” jelas Reza.
Menurut catatan Lintas Fakta, program ini juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat jati diri peserta didik sekaligus mencegah tergerusnya budaya lokal akibat arus globalisasi. Dengan melibatkan sekolah sebagai agen pelestari budaya, Disdik Kalteng ingin mengintegrasikan nilai-nilai lokal dalam kegiatan pendidikan formal.
Meski begitu, diakui Reza bahwa implementasi program tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah keberagaman latar belakang tenaga pendidik, di mana tidak semua guru berasal dari daerah setempat. Namun demikian, Disdik terus melakukan pendekatan edukatif agar program ini bisa dijalankan secara inklusif.
“Kita tahu merubah pola pendidikan itu tidak bisa sebulan atau setahun. Butuh konsistensi dan kontinuitas. Kami optimis, seiring berjalan waktu, pendidikan Kalteng semakin maju tanpa meninggalkan akar budaya,” tutup Reza Prabowo penuh optimisme.
Lintas Fakta mencatat bahwa pendekatan seperti ini menjadi penting di tengah tantangan modernisasi. Menjaga budaya sambil mencetak generasi unggul bukanlah pilihan yang saling meniadakan, melainkan dua pilar yang saling memperkuat.(red)